Rabu, 13 April 2011

Gali Lobang Tutup Lobang

Dulu sekali, waktu saya masih anak-anak. Saya melihat, kedua orang tua saya suka sekali di kejar-kejar debt collector. Walaupun pintu rumah seakan tiada pernah berhenti dari gedoran-gedoran dect collector. Tapi kedua orang tua saya seakan tiada pernah merasa takut ataupun terganggu. Paling kalau ada gedoran di pintu, ibu langsung berkata "bukain pintunya dulu, nanti kalau nanyain ibu, bilang ibu lagi keluar". Begitulah rutinitas yang saya jalani setiap ada gedoran pintu.

Dulu saya tidak habis pikir, kenapa kedua orang tua saya demikian sukanya berurusan dengan debt collector. Dulu saya tidak habis pikir, kenapa ayah saya kadang suka tidur dirumah saja, dan tidak pergi bekerja.

Sekarang saya sudah mulai tumbuh dewasa. Ayah, Ibu, sekarang saya semakin mengerti. Kanapa dulu ayah dan ibu suka sekali berurusan dengan debt collector. Kenapa dulu ayah dan ibu suka pinjam uang sana sini. Kenapa dulu ayah kadang tidak pergi bekerja. Sekarang saya mengerti, sekarang saya sadari. Terima kasih untuk semua yang ayah dan ibu berikan, sampai saya sekarang bisa berdiri sendiri dan menjalani hidup. Sekarang saya bisa menengadah ke langit dan merasakan asinnya garam dunia yang dulu pernah ayah dan ibu rasakan.

Saat saya menghadapi hal yang sama dengan yang dulu pernah kita jalani. Saya semakin sadar, berjuta kata terima kasih ini tak akan mampu membalas semua yang telah ayah dan ibu lakukan.

Terima kasih ayah, terima kasih ibu, terima kasih untuk semuanya. Akan saya jalani pahit dan getir dunia ini dengan kepala tegak.

Jumat, 11 Maret 2011

Galeri Foto : Kejadian Apes Sang Sopir ( bagian 1 )

Foto Nokia 5320 XM -- Jembatannya Patah Sebelah

Rabu, 09 Maret 2011

Aku dan Dirinya

Kami baru saling mengenal sekitar 2 tahun, dan bersama sekitar 15 bulan. Sama seperti yang lainnya, kami baru belajar berjalan. Kami masih berkutat dengan egoisme kami masing masing. Keras kepala, mau menang sendiri, nggak mau diatur, itulah kami. Tapi kami masih terus berpegangan tangan. Tidak saling memegang erat, karena tidak ingin saling menyakiti. Tapi tidak juga melepasnya, karena tidak ingin saling kehilangan

Senin, 07 Maret 2011

Kadang Perlu Pengorbanan Untuk Melihat Seseorang

“Mas Gondo, saya pinjam uangnya 50rb aja ya mas. Ini buat beli obat salep, obat saya habis.” kata Pak Ambon tadi siang. “Wah, kenal aja baru beberapa hari, udah berani pinjem uang. Yach, walaupun gak besar jumlahnya, tapi kan rasanya aneh.” pikirku dalam hati, aku hanya tersenyum kepadanya sambil meneruskan makanku. “Mau pinjam kantor, tapi kata Mas Yudhi suruh nunggu tanggal 1 aja.” katanya lagi kepadaku. “Ach, biarlah. Mungkin dia bener bener butuh. Andai aku diposisinya, mungkin aku akan melakukan hal yang sama. Mungkin dengan ini aku bisa lihat bagaimana sifat Pak Ambon sebenarnya.” pikirku. “Bentar ya pak, saya makan dulu.” kataku kepadanya. “Iya mas, silahkan.” sahutnya sambil tersenyum.

Kehidupan ini memang aneh, kata orang orang seperti roda yang berputar. Kalau sudah nyampai bawah, memang terasa berat dijalani.

Ada juga yang menghalalkan segala cara, asalkan bisa makan.

Lihat anak anak jalanan itu, ada yang benar benar miskin. Ada yang hanya pura pura miskin. Mereka sebagian ada yang dibuang orang tuanya. Mereka berusaha bertahan hidup dengan apa yang mereka bisa.

Aku bagai seorang anak yang baru belajar berjalan. Belum tahu banyak tentang hidup. Biarkan aku raba sekelilingku sebelum ku melangkah.

Minggu, 06 Maret 2011

Mahendra

“Mas, aku mau kirim foto” begitu isi sms-nya. “Okey, langsung kirim aja” jwb ku. Tak sampai 1 menit, ada notifikasi MMS baru. Waktu q buka, aq hanya bisa tertawa dan berkata dalam hati, “Punya adek kok gilanya gak sembuh2″.

Tak terasa sudah hampir 1 tahun nggak ketemu ma Keluarga. Mungkin lebaran nanti juga nggak bisa pulang. Aku hanya bisa berharap semoga TUHAN selalu melindungi Keluargaku.